Sabtu, 22 November 2014 || 21.04 || 3 Softie Comment(s)
Waktu berjalan begitu cepat. Sudah beberapa tahun aku menimba ilmu di sekolah yang ku sayangi ini. Hanya tinggal sebentar aku duduk dibangku SD. Meninggalkan teman-teman dan guru-guru yang kusayangi. Berpisah. Karena tinggal beberapa bulan atau setahun aku berstatus sebagai pelajar SD, maka kugunakan waktu singkatku untuk meraih prestasi sebaik-baiknya. Menggapai mimpi yang aku inginkan.
***
Masa kelas 5
Sabtu panas ini kujalani dengan setiap keringat basah yang menghiasi jilbab cokelat pramuka ku. Rasanya bosan dan lelah mendalami pelajaran pramuka ditengah lapangan yang mulai panas karena
serangan matahari. Hingga akhirnya pramuka usai sudah!. (bahagia)
Aku berlari menuju gedung seberang, yaitu gdung timur tempat kelas ku berada. Bel yang menandakan masuk berbunyi. Itu tandanya sekarang pelajaran ekstra kulikuler. Ekstra dipilih saat kelas tiga yang lalu. Aku dan sahabatku, Faridha memilih ekstra jurnalistik bersama-sama. Dengan alasan aku suka menulis. Sangat suka.
“Karena sekolah ngadain gebyar syawal, tim jurnalistik sudah disepakati akan diadakan lomba menulis cerpen. Ingat, semua siswa jurnalistik wajib mengikuti lomba ini.Hari Rabu depan, kalian kumpul di aula lantai tiga gedung barat jam sembilan pagi. Kebetulan kalian lomba bareng adik kelas tiga. Jangan lupa memawa alat tulis! Lomba cerpen nya ditulis tangan pakai kertas folio. Kertas sudah disediakan dari sekolah. Untuk tema ada delapan : kejujuran, kasih sayang, cinta budaya, kerja sama, lingkungan, kedisiplinan, mandiri, dan toleransi. Sudah cukup jelas, ya? Kita akhiri… Wassalamu’alaikum ” beritahu kak Ungu panjang lebar di akhir pelajaran.
“Ha??!!” semua menganga lebar. Kaget. Jelas, kertas folio, kan panjang, lebar, besar, ditambah kertasnya yang bergaris banyak dan bolak-balik. Apalagi, kertas itu terdiri dari dua lembar banyaknya. Tak bisa membayangkan nanti bagaimana nasib jari-jari mungilku ini. Berubah warna menjadi biru keungu-unguan akibat saking lelahnya menulis cerpen diatas kertas folio itu.
“Duh, patah jariku nanti!” seru Faridha yang satu ekstra denganku.
“Iya, parah, deh!. Kalau ngetik di ruang komputer, sih nggak papa siang-siang. Sekalian ngadem” sambung ku. Ruang komputer di sekolah memang tersedia AC. Jadi, maklum kalau kami semua menyukai ruang dan pelajaran komputer. “Oh, iya! Kamu pakai tema yang mana? kan harus pilih salah satu” tanyaku lanjut.
“Haha, jelasss! Ng… kalau enggak salah, sih yang tema kejujuran. Kamu?” kata Faridha sambil mengacungkan kedua jempolnya.
“Insya Allah yang kasih sayang. Tentang Ibu. Mungkin,sih.. bingung. Mungkin bisa berubah pikiran kalau tiba-tiba dapet ide lagi yang lebih menarik” jawabku. Faridha hanya mengangguk. Bukannya tidak sabar menunggu hari perlombaan, aku malah ingin mengundurkan diri dari lomba yang membuat ku sakit otot nanti.
Hari yang kurang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Hari yang paling menggunakan imajinasi pikiran, otak, daaan… tenaga tangan yang akan mengeluarkan seluruh kemampuan untuk menulis banyak kalimat diatas kertas yang paling kubenci.
“Nan, ayo! Udah ada kak Ungu sama kak Deasy, lo!” seru Faridha yang buru-buru.
“Iya, sebentar lagi cari penghapus” jawabku.
“Aku pinjemin,deh! Buruan! Waktu nya kita nanti ke-kuras” balas Faridha. Aku hanya mengangguk dan meninggalkan meja ku. Berlari menuju aula yang jauh dari kelas. Tentu saja, lha wong, beda gedung! Sesampainya di aula, seluruh tim jurnalistik dari kelas tiga sampai kelas tempat sudah hadir.
“Sudah lengkap?” tanya kak Deasy.
“Belum, kurang Bita sama Kifa, kak” jawab Wafia.
“Yasudah, kalian lanjutkan cerpen masing-masing. Sesuai tema yang diberitahu kak Ungu kemarin, ya! Jangan asal nulis cerpen yang melenceng dari tema. Sesuai EYD huruf kapital dan tanda baca harus sesuai” kata kak Ungu mengingatkan. Tak lama, Bita dan Kifa tiba. Suasana aula hening. Sangat hening. Hanya tinggallah suara kipas angin yang berputar dengan sangat cepat. Satu setengah jam lewat beberapa menit cerpenku selesai juga. Tinggal menuliskan nama di akhir baris. Alhamdulillah, cerpenku bisa menempu jarak sejauh dua lembar (loh, kok?) maksudnya, sudah tertulis dua lembar kertas folio. Yah, walaupun enggak penuh…. Beberapa teman sudah selesai menulis cerpen masing-masing. Kini, aku kurang menunggu Faridha selesai menulis cerpennya.
Tentang lomba aku sudah lupa. Bukan sengaja. Aku benar-benar lupa. Pengumuman lomba saat itu masih lama. Jadi, jelas, sih kalau aku lupa tentang lomba.
Ketika sudah mendekati harinya, Baru ingat soal cerpen, aku langsung dag-dig-dug rasanya tak yakin bila aku menang.
Gebyar Syawal…
“Nah, sekarang saatnya pengumuman pemenag lomba : cerpen, mendongeng dan melukis! Yang pertama, pengumuman lomba cerpen! Duh,siapa kira-kira pemenangnya? Bisa ditebak??” kata MC.
“Juara yang pertama adalah… dug, dug, dug… HAIFA ANNISA SAFITRI! Silahkan maju kedepan.. nah, juara yang kedua adalah… dug, dug, dug… KANNITHA AUDRIA DEVA ANANDA! Selamat, silahkan maju kedepan!” aku tak percaya dengan nama yang baru disebutkan tadi. Namaku!. Aku maju keatas panggung menerima amplop putih yang isinya… rahaisa!. Betapa bahagianya aku. Teman-teman memberi ucapan selamat padaku. Aku menjadi lebih bahagia lagi.
Pertengahan kelas 5…
“Oh,ya! Nih,ada lomba lagi. Tim jurnalistik kebagian dapet lomba menulis cerpen dan novel lagi. Bukan dari sekolah,lo! Ini dari SDIT Al-Firdaus yang ngadain. Jadi ini lomba untuk seluruh SD di Surakarta. Tapi, enggak semua yang ikut. Satu sekolah hanya boleh beberapa. Nah, kak Deasy yang milih. Yang lomba cerpen : Nanda, Faridha, Bita, sama Haifa. Untuk yang lomba novel : Wafia sama kakak kelas. Sudah,ya. Nah, yang ikut lomba sekarang pikirin ceritanya dulu dengan tema “Cinta Budaya Indonesia” yang belum terpilih sekarang membuat cerita tentang tema bebas langsung dikumpulkan kalau sudah selesai” terang kak Deasy panjang kali lebar kali alas kali tinggi (luas apaan, tuh?).
Berhubung aku, Faridha, Bita, Haifa, dan Wafia terpilih mengikuti lomba hubungan kami kini semakin akrab. Sekolah menyediakan fasilitas untuk tim jurnalistik yang sedang mengikuti lomba, yaitu : meminjamkan computer sekolah, snack tersendiri, dan masih banyak lagi. Ada sisi yang kurang ku sukai. Akibat membuat cerpen disekolah setiap hari, beberapa pelajaran tersita, makan terlambat, sholat dhuhur dan ashar sendiri bukan berjamaah bersama teman-teman lain. Tapi menyenangkan juga, berkumpul dan berbagi cerita masing-masing.
Hari ini hari pengumuman lomba pemenang di SDIT Al-Firdaus. Tepatnya di hari Sabtu. Hari ini berangkatku agak terlambat akibat satu keluarga yang bangun kesiangan.
“Nanda! Kamu sama yang lain ketinggalan,lo! Yang lain udah berangkat duluan. Tinggal kamu sama Bita,” seru Wafia heboh.
“Terus kita gimana,dong? Loh, kamu enggak ikut?” tanyaku yang sedang paniknya.
“Aku lupa ngumpulin jadi aku nggakikut Cuma nungguin kalian disini” jawab Wafia dengan nada sedih.
“Kamu ikut aja enggak papa. Kan seru! Kita cari aja yang mau nganterin sampai Al-Firdaus!” seru Bita yang memunculkan ide cemerlangnya.
“Iya! Setuju!” seru aku. Akhirnya, kami sepakat. Sampai keluar gedung sekolah kami mencari yang mau mengantarkan kami. Bahkan mengejar mobil pak Wiyadi yang hamper berjalan. Akhirnya, pak Bin mau mengantarkan kami hingga Al-Firdaus yang letaknya jauh dari sekolah.
“Kita pakai motor aja, ya” kata pak Bin.
“Hah?! Masa’ orang segini naik motor, pak?” seru Wafia.
“Lha nggak ada mobil. Lha gimana? Mau kesana enggak? Mumpung pak Bin lagi nggak ada kerjaan” tawar pak Bin. Akhirnya kami menyetujui hal tersebut dan segera berangkat. Melewati jalan perkampungan. Tentu saja agar tidak ditilang mengendarai motor dengan orang banyak. Suasana sekolah sudah sangat ramai dipenuhi kursi juri dan kursi untuk para peserta dan para orang tua. Aku segera menemui Idha yang ternyata sudah menyiapkan kursi disebelahnya.
“Jajan, yuk! Mumpung banyak makanan enak” ajak Faridha. Aku mengangguk dan membawa tas berisi uang. Aku berkeliling mencari makanan kesukaan ku. Hingga aku menemukan makanan yang enak. Cireng khas Bandung. Idha sudah duluan duduk karena inilah pengumuman sepuluh besar lomba cerpen. Karena tidak dengar, aku sangat santai sambil menunggu cireng pesananku matang. Tiba-tiba seseorang memukul pundak berulang kali dengan keras.
“NANDAAA!!! Kita sama Haifa masuk sepuluh besar! Aku rangking dua, kamu rangking tiga, dan Haifa rangking enam!” seru Bita antusias. Aku melonjak-lonjak senang. Sayang sekali aku tidak bisa melanjutkan babak sepuluh besar bersama Faridha sahabatku. Sekarang waktunya peserta sepuluh besar ke perpustakaan dan diwawancarai untuk menentukan pemenangnya. Kini giliran aku yang diwawancarai tentang cerpen yang aku buat. Banyak sekali pertanyaan yang terlontar dari mulut para juri. Ada kalanya aku gereget disaat juri bertanya tentang cerpenku. Dan kala tertawa saat juri membuat candaan yang membuat ku tak dag-dig-dug lagi.
“Oke! Sekarang saatnya pengumuman pemenang lomba cerpen! Nah, juara satunya diraih oleh….. FAIZA HAIDAR ! selamat silahkan maju kedepan! Juara kedua diraih oleh…. TSABITA RATU KHAIRUNNISA! Untuk juara ketiga diraih oleh…. KANNITHA FARAH AZZAHRA!!” MC membacakan para pemenang kukira nama ku lah yang akan tersebut, salah dugaan ku ingin rasanya tangisanku meledak. Tentu aku sadar diri inilah tempat umum. Bukan tempat yang cocok untuk menangis sembarangan. Setelah ditunggu, sosok yang punya namanya mirip denganku itu tak maju kedepan. Akhirnya sang MC mengatakan piala akan diwakilkan oleh sekolah tersebut. Al-Firdaus.
“Wah, ternyata juara harapan satu punya nama yang sama! FATIMAH FARAH AZZAHRA! Juara harapan kedua diraih oleh GUPITA MAHARANI! Juara harapan tiga diraih oleh HAIFA ANNISA SAFITRI! Selamat kepada para pemenang.” Bagi teman-temanku, Bita dan Haifa itu ganjil. Jika mempunya nama yang sangat mirip pasti ada hubungannya dengan kerabat atau saudara sedarah. Dengan cepat, Bita dan Haifa memberitahukan hal ganjil itu pada pak Husni yang menemani kami disana. Pak Husni segera maju kedepan menuju sang MC yang turun panggung dan menyakan hal itu.
“Mana anaknya?” Tanya sang MC. Pak Husni memanggilku maju. “Apa nama cerpenmu?” Tanya MC itu.
“Batik Terbaik” jawabku gugup.
“Oh, ya maaf ada kesalahan mengucapkan. Ini pialanya. Mohon maaf, ya, dik” ucap sang MC sambil menyerahkan piala dan map hijau berisi amplop kepadaku. Bita dan Haifa tersenyum bangga. Aku memeluk mereka dengan rasa bahagia. Juara tiga tingkat kota. Membanggakan!. Selain mendapatkan piala, aku juga mendapatkan amplop berwarna coklat yang berisi lembaran-lembaran…
“Hmm.. nggak papa, deh salah nama! Yah.. Alhamdulillah, deh” ucapku senang. Teman-teman tertawa geli melihatku. Sebelum pulang ke sekolah, pak Husni menraktir kami semua es krim dengan selera masing-masing setelah sholat dhuhur.
“Dimakan disini dulu baru kita pulang” kata pak Husni. Kami menurut menghabiskan semua es krim. Faridha sudah pulang bersama keluarganya ke rumah. Maklum, adiknya sekolah disini. Sepulang itu, aku memberitahu Ibu yang selama ini mendunkungku dengan kasih sayang nya. Beliau langsung memelukku penuh bangga.
Suatu hari waktu pelajaran olahraga,
“Wafia, buku mu yang Syakilla.. Syakilla itu, kan?” ujar pak Husni tiba-tiba.
“Hah? Buku yang mana sih, pak? Aku kan belum buat buku?” Tanya Wafia heran. Dalam hati aku iri (bukan iri negative) kapan aku bisa buat buku kaya’ Wafia? Punya impian jadi penulis hebat, belum pernah ngirimin satu naskah pun dan belum pernah buat buku satupun. Karena buru-buru, aku segera ke lapangan. Sepulang sekolah, langsung ada telepon berdering. Wafia. Dia hanya memberitahukan bahwa buku itu ditulis oleh teman-teman jurnalistik. Aku salah satunya. Di facebook, begitu katanya. Aku langsung membuka facebook. Benar, ada foto cover buku di facebook milik pak Husni. Rasanya sangat BAHAGIA!. Apalagi tertulis jelas nama depanku di cover buku,“Kannitha”.
Kata ibu, ada SMS masuk yang diberitahukan aku dan teman-teman penulis Syakilla Putri yang Jujur diundang kesekolah untuk menerima hadiah. Aku pun segera bersiap-siap berangkat kesekolah.
Sesampainya disekolah,
“Ayo, Syakilla Putri yang Jujur ke 2D!” seru pak Husni sambil menuntun kami ke ruang kelas 2D dilantai satu. Aku, dan yang lainnya segera mengikuti langkah pak Husni menuju ruang kelas 2D.
“Dah, duduk dulu.” Dengan langkah cepat, pak Husni pergi dari ruangan membawa banyak buku Syakilla Putri yang Jujur, snack, dan amplop berwarna coklat. Semua dibagi. Masing-masing, buku dibagi dua buku peranak. Alhamdulillah, mimpiku sekarang terwujud, membuat buku yang akan terjual di toko buku. Bahagia rasanya. Impianku terwujud tanpa ku ketahui selama ini.
***
Kini, dikelas enam ini aku akan berusaha meraih segala mimpiku : mendapatkan nilai terbaik, meraih yang terbaik lagi, masuk SMP yang aku idamkan, daan… menjadi seorang penulis yang hebat dan terkenal! Aamiin…. Waktu berjalan begitu cepat dan aku takkan menyia-nyiakan sisa waktuku selama di SD ini. SDIT Nur Hidayah, yang menyimpan banyak kenangan suka dan duka ku ketika bersekolah disini, hingga sekarang. Aku akan meraih apa yang aku impikan. This is my dream!
***
Ini mimpiku dan aku yakin bisa mewujudkannya dengan tekad yang kuat. I believe it!
Label: Cerita Lomba
nan congrats walau critamu belum layak di penerbit(hahaha ngece) tapi udah layak di publikasikan dan dibaca secara umum... ^^ :*
kata2 nya ngejek! make me broken heart!
nan, cerita yg panjang kali lebar ini (_ _ _ _) hehe, gg mksd ya.............
Posting Komentar